Biru My Love
&
Biru My life
Tak sengaja ku temukan sebuah buku bersampul biru. Buku yang sudah lama sekali kucari-cari. Sebuah buku yang kan mengungkapkan siapa jati diriku yang sebenarnya dan bagaimana masa laluku yang sesungguhnya. Disebuah ruang sempit serta debu-debu yang berada dimana-mana aku mulai membuka buku itu. Dihalaman pertama kulihat untaian kata-kata indah, tertulis menggunakan tinta biru.
Cinta harapan indah
Yang kan ku gapai suatu saat nanti
Cinta impian kehidupan
Mengharu biru dalam nuansa alam
Cinta keinginan dihati
Hidup bersama orang terkasih
Saling menjaga dan saling setia
Kan ku ingat selamanya
Sampai tuhan mengijinkanku
Untuk melupakannya
Dihalaman pertama ini tak ku ingat apapun, mengerti arti dari tulisan ini pun tidak. Kulanjutkan dengan membuka halaman kedua. Dihalaman kedua ini bertuliskan nama dan tanggal lahirku. Sama dengan halaman pertama, tulisan ini juga ditulis menggunakan tinta biru.
ASMA ALKHONZA
14-04-1984
Ku buka lagi halaman ketiga, dihalaman ini tertulis
Biru My Love
Lagi-lagi ditulis menggunakan tinta biru, tanpa pikir panjang ku membuka halaman-halaman berilutnya tanpa membacanya, ternyata semua tulisan yang ada dibuku ini ditulis menggunakan tinta biru. Satu yang mulai ku pahami, aku menyukai warna biru. Kemudian aku kembali membuka halaman keempat, kelima, keenam, hingga kesepuluh, semuanya hanya menceritakan saat aku liburan ke jogja. Tak ada tulisan yang terlalu berarti dihalaman-halaman itu. Namun ketika kubuka halaman selanjutnya, aku merasa ada yang aneh, karena ada cukup banyak halaman yang dirobek. Aku mulai bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa yang sebenarnya ku tulis disana hingga aku merobek halaman-halaman itu. Perasaan penasaran menghinggapi diriku, ku buka halaman selanjutnya. Kali ini hanya ada gambar-gambar kartun, sampai halaman terakhirpun hanya ada gambar kartun saja, tak ada tulisan yang lain. Mungkin aku memang tidak diizinkan untuk mengingat masa laluku yang terlupakan semenjak kecelakaan itu. Tak terasa sudah cukup lama aku berada diruangan itu, jam ditangan kiriku sudah menunjukkan pukul 4 sore. Bergegas kutinggalkan buku dan ruangan itu. Usai shalat ashar, kulanjutkan pekerjaanku yang belum selesai, mengepak barang-barangku dan mas Hasan suamiku. Karena minggu depan kami akan pindah dari rumah almarhum ibu dan bapakku ke rumah yang baru saja dibeli mas hasan. Berat rasanya harus meninggalkan tempat dimana aku mulai belajar merangkak hingga aku menjadi istri orang yang sama sekali tak kuingat dia siapa. Kata mas Hasan kami menikah sehari sebelum kecelakaan. sebuah mobil truk menabrak mobil kami dalam perjalanan menuju kota jogja untuk berbulan madu, dua hari ku tak sadarkan diri di RS. Ketika ku sadar, mulai saat itulah aku tak ingat apa-apa lagi. Aku hanya diberi tahu kalau laki-laki yang berada disebelahku adalah suamiku, namanya Hasan Dwi Nugroho.
Ketika ku sedang marapihkan berkas-berkas mas Hasan, tak sengaja kujatuhkan amplop coklat. Isinyaberantakan kemana-mana, dengan mengerutkan kening ambil kertas-kertas itu. Kertas yang sama dan tulisan yang sama dengan buku yang baru saja kutemukan di gudang. Rasa penasaranku kembali muncul saat kumelihat sebuah foto diriku dengan seorang laki-laki. Senyum manis terukir diwajah kami, dengan pipi yang memerah dan tangan yang saling bergenggam erat. Dia bukan mas Hasan. Ku tak tahu dia siapa, ku merasa ada sesuatu perasaan yang mengharuskan aku mencari tahu siapakah laki-laki yang berada difoto ini. Kertas- kertas ini pasti ada hubungannya dengan foto ini. Segera ku baca sebelum mas Hasan pulang. Perasaan sedih takterbendung lagi, Kristal bening jatuh dari mataku. Ku peluk erat foto itu. Tangan mengepal dan sesak didada serta kebencian yang melengkapi aku menunggu laki-laki yang tega manodai hidupku.
Assalamu’alaikum…
Akhirnya laki-laki itu pulang.
Wa’alaikumsalam. Ketus ku jawab salam itu.
Dengan tatapan tajam kutunjukkan kertas dan foto itu padanya.
Apa maksud dari semua ini, kenapa mas tega melakukan hal itu pada ku. Jadi ini cara mas agar aku bias menikah dengan mas, aku tahu keluargaku banyak berhutang budi pada keluarga mas, tapi bukan seperti ini caranya. Aku….
Belim selesai kulontarkan semua pertanyaanku dan rasa benciku, laki-laki itu justru memelukku dan menangis.
Asma, duduklah dulu. Akan mas jelaskan semuanya.
Kuturuti apa maunya.
Mas tahu cepat atau lambat, kamu akan ingat kembali semuanya.
Sudahlah, tak perlu basa-basi langsung saja.
Baik, mas tidak akan basa basi lagi. Asal kamu tahu, kita sudah dijodohkan oleh orang tua kita sejak kecil. Tapi mas sungguh tak tahu, perjodohan ini ada hubungannya atau tidak dengan balas budi antara orang tua kita.
Keberaniannya menatap mataku, seolah-olah menunjukkan keyakinan dan kebenaran atas apa yang ia ceritakan. Mas minta maaf atas kejadian malam itu, mas benar-benar khilaf. Kamu tahu saat itu mas sedang dalam pengaruh minuman haram itu, mas cinta dan sayang sama kamu, mas juga tidak mau kalau harus sampai kehilangan kamu.Mas benar-benar hancur saat tahu kalau kamu akan dilamar biru. Tapi mas sendiri juga tidak mau kalau mas bisa memiliki kamu dengan cara seperti itu. Pernikahan ini tidak akan terjadi andai mas tidak lewat didepan rumah ini dalam keadaan mabuk, dan melihat suasana rumah ini yang sedang sepi. Andai mas tidak dipercaya alm.Ibu untuk memiliki kunci duplikat rumah ini. Andai mas tidak melihat kamu yang sedang tertidur lelap tanpa mengenakan jilbab. Andai mas tidak masuk kekamar kamu dan...
CUKUP... teriakku keras menghentikan ceritanya sesaat. Aku terus menangis dan beristighfar.
Mas tahukan aku dan biru saling mencintai, dan biru akan melamar aku. tapi gara-gara mas semuanya berantakan. Sekarang juga mas antar aku untuk bertemu dengan biru.
Tapi Asma...
Tidak ada tapi-tapian, aku ingin ketemu biru. Sekarang.
Baik, mas akan antar kamu ketempat biru sekarang berada.
Selama dalam perjalanan kami saling diam, tak sepatah kata pun keluar dari mulut kami. Bagaimana ya kabar biru sekarang, apa dia sudah menemukan pengganti aku. ya, mungkun saja sudah. Kejadian itu sudah lebih dari setengah tahun yang lalu, kupikir itu adalah waktu yang cukup untuk mendapatkan pengganti diriku. Tanpa kusadari mobil sudah terhenti, tapi mengapa aku diantar ketempat ini.
Sekarang kamu ikut mas.
Mas aku minta kamu antar aku ketempat biru, bukan ketempat alm.Ibu dan Bapak. Tapi tak apalah, sudah lama juga aku tidak menengok Ibu dan Bapak.
Mas Hasan tetap pada diamnya.
Loh, mas. mengapa kita melewati makam Ibu dan Bapak? Tanyaku bingung.
Mas, mas, maaaaas....
Mas Hasan tetap kukuh dalam diamnya. dia terus menarik tanganku, tanpa ku tahu dia akan mengajakku kemana.
Kamu ingin bertemu biru kan? Tanyanya memastikanku.
Ya, tentu. Tapi mengapa mas mengantar aku kesini?
Disinilah sekarang biru berada. Diakatakannya sambil menunjukkan sebuah makam.
Tiba-tiba tubuhku terasa lemas, aku sungguh tak percaya. Bima Chairul Umar, nama itu tertulis jelas dibatu nisan. Sambil menaburi bunga mas Hasan menceritakan semuanya.
Saat kami kecelakaan, kebetulan biru melintas dengan motornya. Biru mengenali kalau mobil yang tertabrak truk itu adalah mobil mas Hasan. Biru langsung berhenti dan membantu warga unutk menyelamatkan kami. Keadaan ku yang pingsan, kaki yang terjepit dan mobil yang terbalik menyulitkan warga yang berniat menolongku. yang lebih mudah diselamatkan terlebih dulu adalah mas Hasan. Tak lama setelah mas Hasan diselamatkan salah seorang warga berteriak kalau beninnya bocor, warga tak berani menolongku karena takut terjadi ledakan. Mas Hasan tak mampu melakukan apa-apa karena kaki dan tangannya terluka cukup parah. Diantara semua orang yang ada disana hanya biru yang berani atau bisa dibilang nekat untuk menolongku. Cukup lama biru mengeluarkan ku dari dalam mobil. Biru menggendongku menuju tempat dimana mas Hasan sedang terduduk lemah. Namun entah mengapa biru kembali kemobil itu. Dia seperti kehilangan sesuatu dan berusaha mencarinya disana. Apa yang ditakutkan warga terjadi, mobil itu meledak sebelum biru sempat pergi. Lalu mas Hasan memberikan sebuah liontin kepadaku. Itu adalah benda yang dicari biru. Sebuah liontin yang diberikan biru saat aku ulang tahun. Kepalalu terasa pusing, semuanya terlihat samar-samar. Pingsan.
Alhmdulillah, istri anda sudah sadar.
Aku ada dimana mas?
Kamu di RS, saat dimakam biru kamu pingsan. Bagaimana keadaan istri saya dokter?
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semuanya dalam keadaan baik-baik saja, termasuk janinnya. Semua dalam keadaan baik.
Mendengar kabar ini, aku tidak tahu harus senang atau sedih.
Tiba-tiba mas Hasan memegang tanganku.
Asma, mas janji akan menjaga kamu dan calon bayi kita. Mas sayang sama kamu.
Jika anak ini laki-laki, aku boleh menamakannya seperti nama biru. Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku.
Tentu. Tanpa ragu mas Hasan menjawabnya.
Ya Allah, izinkan aku untuk melahirkan, merawat dan menjaga Bima Chairul Umar (Biru) kecilku.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar