Senin, 16 Mei 2011

catatan usang

Cahaya sekitar redup
Hanya pelangi dan bintang yang terang
Temaram malam tak ada arti,
hiraukan bisik angin pun tidak
Hanya pelangi dan bintang yang terang
Bersama menyeberang hingga sampai tujuan
Tak sengaja tertangkap sorot layu
hujan turun bukan rayu
Lirik lengkung bak serdadu perang
terperangkap pada labirin waktu
siap menerjang
Hanya pelangi dan bintang yang terang
Pergi dalam keterasingan
sebuah pilihan harap juga pada tujuan


Catatan Tsurayya
awal tahun

Sisi Langit yang Lain (2)

Kabut berselimut. Lirikku pada rumah-rumah parau akan dingin. Semua masih sembunyi di dalam istana mimpi masing-masing. Hening. Tak ada geming. Rindu riakku pada bintang di sudut langit yang lain. Tegak kaki tatap atas tantang langit. Hai, matahari, hari ini ku tak intip kau dari kolong langit. Mataku awas perhatikan langkah cahayamu menggempur dingin hingga nadi. Detik demi detik jadi relung baru pada rasa takjub ingin tahu, akankah di sudut langit yang lain aku mampu lihat dirimu juga.
Masih menunggu bersama embun di ujung daun hati. Kau mengintip di kejauhan sana. Aku tahu. Kau tak bisa sembunyi, cahayamu terlalu terang untuk diculik gelap, lagi pula waktu mengharuskan kau hadir. Tidak harus dipercepat atau diperlambat, semua sudah pada takar aturan-Nya. Garis oranye yang kau toreh seperti lengkung senyum, sambut aku yang menanti. Aroma embun menyeruak dalam benak, berenang-renang pada udara dingin yang melanglang buana.
Satu garis lagi kau trehkan, lebih panjang, lebih lebar, lebih terang. Hitung mundur jadi permainan menantang langit yang baru. Dan kau hadir, peluk aku hangatnya dirimu. Pancaranmu temaniku jelajahi taman ilalang di kolong langit yang lain. Esok aku akan datang, untuk menjemput lagi dirimu. Gandeng aku selusuri mampi hari baru.

Catatan Tsurayya
awal tahun

Sisi Langit yang Lain (1)

banyak pasang mata yang telah terkatup, jahu dari pelukan bunda, relakan hati jua pikiran. Gores lelah, jenuh hadir jadi peluh. Penaku masih menari. Jutaan kata melayang belum dikandagkan pada kertas lepas identitas. Seringkali hadirkan tawa antara kantuk yang meraja, sejenak terjaga kemudian terkatup pula akhirnya.
Ada yang memutar-mutar tubuhnya atau sekedar membalik resah kanan-kiri sepotong diri. Ada deru nafas memburu, bersahutan dengan derik jangkrik yang mungkin sedang kedinginan di luar sana. Titah do'a tutup hariku, tapi di luar sana sepintas kudengar roda berputar menghantam kerikil-kerikil jalan. Kujadikan satu nada aluna kesemua waktu tiap detik yang kujaga.
Selamat malam, Cinta, pudarnya ku rengkuh jauh. Terangnya dalam masa kenang. Bintar antarkan harapan tiap lembar do'a untuk semesta.

Catatan Tsurayya
Sukabumi

Waktu

* Semoga mampu bertahan di antara kata-kata
sekalipun hanya berteman dengan setitik cahaya
Tetap bermakna.

* Tamparan sorot lampu yang tertuju padaku
menjalar hingga ke akar
Namun, tak sanggup merobek gelap
dalam nadiku.

* Hal yang tidak ku tahu
menjalar dalam pikiranku
Enyahlah kau ketidakjelasan pikiran
dan perasaan
Kau hanya mengganggu
Aku lelah
Rasanya aku ingin istirahat saja.

*Di kolong langit bintangnya terang
Tidak ada setitik pun awan hitam
Biarkan terang tetap benderang
Karena cahaya akan memahat cerita malam
untuk bulan yang sedang muram

Catatan Tsurayya
awal tahun

Selamat Pagi, Hati

Selama pagi, Hati
Tak perlu menunggu api tampakkan diri
cahayamu sudah bangunkanku teruntuk satu
Terangmu tetap terjaga, dalam lelap kau tiada sangka
Ada salam dari bintang
Maaf, hari ini dia tidak datang
Bergegaslah merangkul cinta
Merangkai do'a
Tebarkan harapan di pagi yang ceria
Harap rahmat-Nya tiada lupa

Secangkir Rasa


17 januari 2011

Sudah lam tidak terkait dengan pelangi itu
Sesekali hanya serpihan saja
Tidak lebih
Mengapa terlihat seperti masih terkait dengan pelangi itu?
Sedang sudah ada seniman bersama waktu.

18 Januari 2011

Kuharap tak ada lagi salah makna. Sudah kutinggalkan semua, sejak lama. Sajakmu sudah tertutup rapih di dalam lemari di pojok sana. Celotehku bukan untuk pelangi, maaf jika hadirkan gusar untuk madu. Kuharap kau mengerti. Sebagian diri ini sedang mengobati sakitnya. Sekonyong-konyong lontaran kata tercipta, kau pojokkan aku seketika. Kembali luka. Aku memilih diam.

Kolong Langit

Sedang bermain di kolong langit,
bersama awan cirrus yang ramai dengan kristal-kristal es
Cahaya matahari menembus lurus dan menyinarinya
Beralun meliputi hampir seluruh langit, juga ke hati
Ia akan berarak melukis langit, dari bias matahari